Langsung ke konten utama

Jongen dari Muntilan

(Source pic: boekenwebsite.nl)


Peristiwa ini terjadi tahun 2018, waktu momi masih pegawai baru di kantor yang sekarang. Sebagai tenaga pengajar, momi harus memenuhi tugas tri dharma, yaitu di bidang pengajaran, pengabdian, dan penelitian. Waktu itu, momi mendapatkan kesempatan untuk melakukan pengabdian di salah satu SMA swasta di daerah Muntilan, yaitu dengan menjadi narasumber untuk kegiatan wawasan kebangsaan (WK) dan Karya Ilmiah Remaja (KIR). Momi berkunjung ke SMA tersebut beberapa kali. Untuk kegiatan KIR biasanya dilaksanakan siang hari di hari Sabtu, sedangkan untuk kegiatan WK dilaksanakan di hari Rabu sekitar jam 16.00-17.00 WIB. 

Hari itu adalah jadwal Momi mendampingi kegiatan WK. Momi berangkat dari kampus bersama salah seorang teman dosen sekitar pukul 14.00 WIB. Hari itu langit sangat mendung. Kami berangkat diantar oleh sopir kantor. Perjalanan dari kantor sampai ke lokasi sekolah ditempuh selama sekitar satu setengah jam. Pukul 15.30 WIB kami sampai di sekolah tujuan. Seorang guru perempuan menyambut kami dan tidak seperti biasanya, kami diantar ke ruang kepala sekolah karena di ruang tamu sedang ada tamu lain.

Ruang kepala sekolah terletak di ujung selatan. Untuk menuju ke sana, kami melewati lapangan basket dan lapangan rumput yang biasa digunakan untuk upacara bendera. Ruang itu kosong. Kepala sekolah sedang tidak berada di tempat. Momi dan teman momi diminta untuk menunggu di sana sampai kelas siap dimulai pukul 16.00 WIB. Ruangan kepala sekolah cukup luas. Atapnya tinggi khas bangunan Belanda. Di dindingnya terpasang berderet foto-foto entah tokoh pendiri sekolah atau kepala-kepala sekolah terdahulu, momi tidak tau.

Ruangan besar itu tampak temaram, hanya satu lampu yang menyala di tengah ruangan, itupun tidak terlalu terang. Momi dan teman momi duduk di sofa dekat pintu. Di rak bawah meja terdapat beberapa majalah yang tersusun rapi. Momi mengambil satu dan membolak-balik halamannya yang berisi foto-foto kegiatan SMA tersebut. Sesekali momi mengobrol dengan teman momi untuk menghabiskan waktu.

Sekitar pukul 15.50 WIB, guru yang tadi kembali menjemput kami dan mengantar kami ke kelas masing-masing. Momi diantar ke kelas yang ada di sebelah tangga lantai 1, masih sederet dengan ruang kepala sekolah. Suasana kelas sangat menyenangkan. Meja-meja sudah ditata sedemikian rupa sehingga menyerupai ruang talkshow. Beberapa kelompok melakukan presentasi secara bergantian, ada moderator, ada mc, ada time keeper, dan tentu saja ada audience yang sangat antusias. Momi hanya berperan sebagai fasilitator. Diskusi berjalan dengan seru hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 17.10 WIB. Momi segera mengakhiri kelas dan berpamitan.

Di luar kelas, teman momi sudah menunggu. Sebelum pulang, kami sempat mengobrol sebentar dengan beberapa guru sekolah, gerimis mulai turun. Langit khas musim hujam membuat suasana sore itu muram. Pukul 17.30 WIB kami berangkat pulang ke Jogja.

Momi tidak kembali ke kampus, tapi dijemput ayah Aileen di depan Sleman City Hall. Hari itu badan momi terasa lelah sekali. Sampai di rumah, momi langsung makan, mandi, lalu tidur.

*****

Esok paginya, momi masuk kerja seperti biasa. Tapi hari itu rasanya lemes banget, sampe males mau ngapa-ngapain. Hari berikutnya juga begitu, malah lebih parah capeknya. Akhirnya hari itu momi pergi ke klinik untuk cek up dan minta vitamin. Sepulang dari kantor, seperti biasa momi menghabiskan waktu sore hari di rumah. Anak-anak main di kamar. Ayah Aileen sibuk di depan laptop di ruang makan. Semakin sore, momi menutup tirai jendela, menyalakan lampu ruang tengah dan lampu teras, lalu kembali tiduran sambil main hp di kasur depan ruang TV.

Tidak berapa lama, hujan turun. Dari gerimis lama kelamaan jadi hujan lebat. Tiba-tiba mati lampu dan ruangan jadi gelap gulita.

"Ma, buka dulu tirainya, lumayan masih ada cahaya masuk dari luar," kata ayah Aileen. Meskipun menjelang maghrib dan sedang hujan, memang di luar masih cukup terang. Waktu momi mau bangun dari kasur, cahaya dari hp momi menyinari sisi kiri sebelah kasur tempat momi tiduran. Ada anak laki-laki yang sedang duduk timpuh di samping momi. Menghadap ke momi. Wajahnya tidak terlihat begitu jelas, tapi momi tau itu anak laki-laki. Karena terkejut, momi sampai kejengkang ke belakang. Begitu momi berdiri, momi arahkan cahaya hp ke tempat anak laki-laki tadi. Tapi tidak ada siapa-siapa. Momi pikir Keenan yang ada di situ. Momi melangkah ke arah jendela dan membuka tirai. Cahaya remang-remang masuk ke ruang tamu. Tidak ada siapa-siapa. Keenan dan Aileen keluar dari kamar. Momi mulai merasa ada yang aneh di rumah, tapi karena tak mau jadi pikiran akhirnya momi abaikan.

Malamnya ayah Aileen membuat vlog review hape. Dia pakai meja kecil yang ditata di samping kasur. Di atas meja dia taruh vas tanaman air, beberapa mainan dan hape yang mau direview. Selesai membuat video, ayah Aileen berpindah ke meja makan, biasanya dia mengedit video di sana yang areanya lebih luas. Meja kecil tadi masih belum dibereskan, semua masih berada di tempat semula. Momi menonton tv di kasur samping meja. Menjelang pukul 22.00 WIB, tiba-tiba vas tanaman jatuh setengah terlempar dari tengah meja ~ tanpa ada yang menyentuhnya. Air dari vas tumpah ke lantai. Kaget, sekaligus mangkel karena harus bersih-bersih malam-malam. Momi marah ke ayah, "Naruh vas kok di pinggir banget sih yah, kan jadi jatuh tumpah semua."

Ayah bingung, sambil masih liatin laptop dia cuma jawab, "Lha kok bisa jatuh? Aku taruh di tengah kok. Emang kesenggol apa?"

Momi bingung juga jawabnya, karena vasnya memang tidak tersenggol apa-apa. Momi tidak menjawab pertanyaan ayah. Makin was-was, malam itu momi tidur pakai selimut rapat sampai kepala.

*****

Esok paginya, hari Sabtu, momi dan ayah antar anak-anak ke sekolah seperti biasa. Setelah itu kami cari sarapan. Masih inget banget waktu itu kami makan soto di warung soto simbok daerah Paingan, Jogja. Karena sudah pagi, pastilah sudah terang, akhirnya momi berani certita kejadian semalam sama ayah Aileen. Mulai dari kejadian mati lampu sampai vas jatuh. Komentar ayah Aileen cuma begini, "Coba tanya ke Valdi atau mas Yuli." Seolah-olah sebenarnya dia juga sudah punya "feeling" dari kemarin.

Langsung momi wa Valdi dan cerita runtut kejadiannya malam sebelumnya. Valdi bales wa momi, "Kamu abis dari mana e, Mbak? Kok ada yang ikut pulang?" 

Momi ingat-ingat, minggu ini momi gak kemana-mana cuma rumah-kantor-rumah. Dan ke SMA di Muntilan itu. Momi bales wa-nya, "Minggu ini gak kemana-mana, cm tugas sebentar ke SMA VL." 

"Wah, pantesan mbak. Ini yang ikut pulang anak Londo (istilah Jawa untuk anak orang Belanda, kalau anak laki-laki dalam bahasa Belanda disebut jongen)."

Rasane "maktratap". Momi menunjukkan balasan wa Valdi ke ayah. "Coba minta Valdi suruh 'anak' itu pergi," kata ayah Aileen. 

Buru-buru momi tulis wa lagi, "Valdi, minta tolong disuruh pergi donk." 

"Duh, susah e mbak. Aku gak ngerti bahasa Belanda, dia ngomong pake bahasa Belanda. Dan dia energinya besar. Energi besar bisa karena umur atau karena history-nya. Makanya dia bisa gerakin benda-benda. Makanya juga kamu pasti berasa capek banget akhir-akhir ini."

Nah, iya juga. Abis balik dari Muntilan, emang momi berasa capenya bukan main. Padahal kerjaan di kantor lagi gak banyak. Kata Valdi sih karena frekuensinya gak sama, jadi energinya bentrok. Btw, jangan dibayangin kalo ada yang ngikutin kita tu dia bakalan nempel banget di badan kita ya. Gak selalu begitu. Kalo anak ini, kata Valdi sih selalu ikut kemanapun aku pergi, tapi ada jarak sedikit. Kayak berdiri di samping atau di belakang. Tapi ya saking deketnya, energinya momi jadi cepet terkuras. 

Akhirnya Valdi janji hari Minggu mau datang ke rumah. Mau bujukin anak ini untuk pulang. Entah gimana caranya nanti. 

*****

Minggu malam, sesuai yang dijanjikan, Valdi datang ke rumah. Karena rumah papa dan rumah momi sebelahan, kita kumpulnya di rumah papa. Kami duduk di ruang tamu, ngobrol-ngobrol sebentar sama papa mama. Lalu momi (yang udah gak sabar) nanya ke Valdi, "Val, masih ada gak?" 

"Masih lah, mbak. Itu dia berdiri di belakang, mbak. Ternyata lumayan serem wajah e." 

Kata Valdi, jongen ini wajahnya berdarah-darah gitu, banyak lukanya. Sepertinya korban perang. Dilihat dari pakaiannya kayak anak sekolahan jaman dulu. Sialnya, momi jadi makin kebayang-bayang. Huhu.. Takut kalo tiba-tiba dia pengen nampakin diri gitu, lho. 😭

"Terus dia mau disuruh pergi gak?" 

"Aku ngomomg pake bahasa Inggris mbak, gak tau dia paham gak. Tapi dia geleng-geleng. Aku gak ngerti dia ngomong bahasa Belanda." 

"Lha terus kenapa dia ikut aku? Mau ngapain? Emang kemarin aku gak sopan atau gimana?" Momi udah mulai panik nih. 

"Kayaknya dia suka sama mbak. Mungkin mbak mirip Ibunya. Hehe..," dia jawab setengah bercanda. Bercandanya horor. "Dia gak mau pergi, tapi udah kuminta jaga jarak agak jauh kalau mau ikut mbak," kata Valdi lagi. 

"Jadi beneran gak mau pergi? Kalau aku anterin pulang mau gak? Minggu depan aku ada tugas ke SMA itu lagi." Momi udah hampir nangis saking takutnya. 

"Gak mau mbak dianya. Udah gapapa kok, dia kuminta gak ganggu kayak kemarin. Biasanya kalo nampakin diri atau jatuhin barang itu dia pengen menunjukkan kalo dia ada. Mbak doain aja dia, siapa tau emang jalannya dia lepas dari dunia ini maunya mbak yang doain."

Jongen ini ikut momi cukup lama. Mungkin beberapa bulan. Awalnya momi selalu ketakutan. Gak berani kemana-mana sendiri. Bahkan ke kamar mandi harus ditungguin ayah Aileen di depan pintu. Jadi gampang parno kalo kemana-mana sendiri. Tapi berasa lho pas ada dia atau gak. Cuma gak bisa dijelasin gimana bedanya, tapi momi tau aja kalo dia lagi ikut atau gak. Dia sering ikut ke kantor, kadang berasa berdiri di belakang momi kalau momi lagi kerja di depan komputer. Kadang dia gak ada di dekat momi. Tapi kalau momi pergi agak jauh, ke luar kota misalnya, dia pasti ikut. Kalau momi cerita tentang dia ke temen momi, pasti rasanya dia muncul di situ. Percaya atau gak, semakin sering cerita tentang dia membuat rasa takut momi berkurang. 

Tiap hari momi doa buat anak ini biar gak nyangkut lagi di dunia, biar tenang, biar bisa segera pergi ke tempat yang lebih baik. Semakin lama, momi semakin bisa menerima kalau ada dia yang ikut momi. 

Sampai suatu malam ketika momi sedang tidur, momi didatangi seorang anak. Anaknya bersih, bukan pribumi tapi ya gak kayak orang asing. Mungkin blasteran. Entah setengah sadar atau cuma mimpi, anak ini pegang tangan momi sambil bilang dia mau ikut momi. Melas banget. Dia ngomong pake bahasa Indonesia. Tapi firasat momi bilang ini anak yang selalu ikut momi, lalu momi bilang "Gak boleh ikut. Dunianya udah beda." Momi inget banget peristiwa ini. Tidur tapi kayak nyata banget. Lalu anak itu cium tangan dan pamit sama momi. 

Besoknya momi cerita ke Valdi via wa, lalu dia bilang," Iya mbak, dia udah pergi. Berarti emang jalannya biar dia bisa pergi tu maunya didoain sama mbak."

Setelah kejadian itu, momi ngerasa jadi lebih hati-hati kalau ke tempat-tempat yang baru momi kunjungi. Kadang seperti punya firasat kalau di tempat tertentu ada "mereka". Kalau lihat suatu lokasi, udah punya perasaan atau firasat gak enak, momi mending gak datang ke sana. 

Semenjak kejadian ini, momi belum pernah lagi ke sekolah itu. Dan.. Minggu depan momi punya jadwal ke sana lagi. Akankah ada "dia" di sana? Momi harap tidak. 

*****

THE END



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Because result never betray the process - akhirnya emak lulus cumlaude!

Finally ..emak ndeso ini punya blog jugak! 😂😂 Tulisan pertama, pengennya cerita perjalanan momi (yang sok-sok'an) menggapai cita-cita..haha Semoga enggak bosan bacanya, syukur-syukur bisa menginspirasi yang sekedar numpang baca 😘😘 Akhirnya transkrip nilai ini sampai di tangan. Sudah lengkap sama nilai tesis. Setelah perjuangan selama 2 tahun, rasanya campur aduk! Terharu banget akhirnya cita-cita lulus s2 bisa tercapai. Waktu pertama kali mengungkapkan keinginan buat kuliah s2, hanya suami, papa mama, dan kakak-kakak yang mendukung. Yang lainnya, memandang sebelah mata. Tidak sedikit yang nyinyir, banyak juga yang nyindir "ibu rumah tangga buat apa kuliah tinggi2". Tapi kayak bola bekel, semakin ditekan maka ia akan melambung semakin tinggi. Semakin diremehkan, maka rasanya semakin berambisi. Waktu itu suami yang menguatkan , meyakinkan bahwa momi bisa, akhirnya tutup telinga dari suara2 yang cuma bikin pening kepala. Suami juga yang nganter war

Aileen's Story (Part 1): Awal Mula

Cerita Aileen berawal dari meninggalnya eyang buyut (yangyut) kakung Aileen (dari garis ayah) tahun 2015. Momi lagi hamil Keenan. Waktu itu Aileen belum genap 2 tahun, tapi dia sudah lancar bercerita. Sewaktu di rumah duka, Aileen sempat bilang sama momi "Ma, itu kenapa yangyut ada dua? Yang satu tidur (di peti), yang satu lagi duduk di (teras) depan". Momi awalnya gak terlalu mikirin, mungkin anak ini cuma ngayal. Sepulang dari rumah duka, malamnya Aileen tidur sama Kakung. Tapi semalaman dia gak mau tidur, malah main terus sambil ngoceh (cerita sendiri) sampai dini hari. Lalu dia mulai rewel, mungkin karena udah ngantuk banget, sambil nangis dia bilang "Udah to kak, aku mau bobok". Gak tau siapa yang dia panggil kakak. Aileen digendong kakungnya pake selendang. Kakung bilang "Udah bobok sekarang, sambil kakung gendong, kamu merem." Aileen merem, tapi masih sambil nangis dia bilang ke kakung "Itu kakak...nakal..tarik-tarik kakiku terus..a

Gerimis di Bulan Desember ☔☔☔ - short story

Yogyakarta Desember 2008 "Sudah berapa lama?", tanya Laras. "Enam tahun", jawab Banyu. Mereka berdua terdiam. Tak berani menatap satu sama lain. "Kenapa kamu tidak pernah bilang?" "Karena kamu tidak pernah sendiri." Laras menatap langit sore itu. Gerimis membuat suasana hatinya semakin sendu. Ia tenggelam dalam dunianya sendiri. Mengingat pertemuannya dengan Banyu siang tadi. Enam tahun bukan waktu yang sebentar. Banyu adalah cinta pertamanya, tapi ia hanya berani menatapnya dari jauh. Karena baginya, Banyu terlalu tinggi untuk diraih, terlalu jauh untuk ia sapa. Demikian pula bagi Banyu, Laras bukan seseorang yang mudah ia lupakan. Entah cinta pertama atau bukan, tapi ia selalu menanti. Menanti kesempatan itu datang padanya. Disaat Laras tidak berdua. Karena bagi keduanya, seakan-akan waktu sedang mempermainkan mereka. Laras menghela nafas. Ia membalikkan badannya dan menatap Banyu, "Itu karena terlalu mustahil rasanya jika kamu meny