Sudah hampir setahun Marni dan Tuti tinggal di asrama Kenanga. Keusilan demi keusilan si teteh sudah pernah merek rasakan. Keusilan yang (paling ringan dan) biasa terjadi adalah suara ketukan di pintu. Biasanya "ketukan palsu" ini terjadi di atas jam 10 malam. Saat pintu dibuka, tidak ada orang yang mengetuk. Keusilan ini dialami hampir semua mahasiswa, bisa dikatakan tidak ada kamar yang terlewat dari ketukan palsu di pintu oleh si teteh.
Si teteh ini sepertinya sangat ingin diakui keberadaannya. Sehingga keusilan teteh berikutnya adalah sangat suka ikut berfoto. Pada berbagai acara mahasiswa, misalnya ulang tahun atau buka bersama, saat sesi foto-foto biasanya si teteh akan ikut berfoto di antara para mahasiswa. Apakah hanya di satu foto? Jawabannya: tidak. Si teteh ikut berfoto hampir di semua foto. Baik itu foto rame-rame maupun selfie. Bayangkan saja di setiap foto yang kamu ambil selalu ada bayangan sosok wanita berambut panjang di belakangmu dengan tatapan kosong dan tajam.
Tidak berhenti sampai di situ, si teteh juga sangat suka bermain dengan gayung. Dia akan mengetuk-ngetukkan gayung di sepanjang tangga lantai 1 sampai 3. Setiap terdengar suara gayung diketuk-ketukkan ke anak tangga, para mahasiswa sudah paham jika ada si teteh di luar (tapi jika di tengok tidak ada siapa-siapa). Keusilan-keusilan semacam itu termasuk keusilan ringan yang (lumayan) sering terjadi. Sudah lama tidak terdengar si teteh memberikan gangguan yang lebih ekstrim. Namun siang itu bukan hari yang menguntungkan bagi Marni dan Tuti.
Semenjak peristiwa "di kamar berdua" dengan teteh tempo hari, Marni tidak pernah mau kembali ke kamar sendiri. Hari itu ia menunggu Tuti untuk kembali ke asrama bersama-sama. Sesampainya di asrama, pintu kamar tidak terkunci.
"Tut, kamu tadi pagi lupa kunci pintu ya'", tanya Marni.
"Ah, rasa-rasanya udah aku kunci kok", jawab Tuti.
Setelah pintu kamar terbuka, Marni dan Tuti masuk ke dalam kamar. Tiba-tiba obrolan mereka terhenti. Ada si teteh yang sedang duduk di kasur Marni. Si teteh memalingkan wajah menghadap mereka. Secara refleks Marni menarik tangan Tuti.
"Keluar..keluar Tut..cepat keluar!", teriak Marni. Namun saat Marni dan Tuti membalikkan badan hendak keluar, pintu kamar terbanting menutup dan terkunci dengan sendirinya. Membiarkan mereka berdua terkunci bersama si teteh. Marni dan Tuti mulai ingin menangis. Mereka mulai panik namun tidak ingin membalikkan badan. Terdengar suara cekikikan si teteh di belakang mereka "ihihihihii...ihihihii.."
Marni segera membaca doa, diikuti oleh Tuti. Beberapa saat kemudian suara tawa itu menghilang. Perlahan mereka berdua mengintip dari sudut matanya. Si teteh sudah pergi. Marni mencoba membuka pintu.
"Terbuka, Tut! Ayo keluar!"
Marni menarik Tuti yang masih setengah sadar. Mereka berlari keluar asrama dan pergi menuju keramaian. Tak berapa lama mereka memutuskan untuk pindah dari asrama karena tidak tahan diganggu.
Kini asrama tersebut sudah tidak dipergunakan lagi karena banyaknya mahasiswa yang melaporkan gangguan dari si teteh.
- END -
Komentar
Posting Komentar