Langsung ke konten utama

Aileen’s Story (Part 2): Akhir Cerita Aileen

(Source pic: Movie Eight

Setelah Momi nulis Aileen’s Story (Part 1), banyak yang nge-DM minta part 2-nya segera di-release. Idealnya sih begitu ya, biar gak lupa cerita sebelumnya. Tapi kenyataannya menulis cerita biar gak bosan dibaca itu juga bukan perkara yang mudah. Apalagi lagi (faktanya) cerita yang dituangkan dalam bentuk tulisan bukanlah pengalaman yang menyenangkan.

Momi sebenarnya sudah melanjutkan menulis part 2-nya sejak lama, tapi gak selesai-selesai..haha.. Faktor utamanya lebih karena kalo nulis sempatnya malam hari, nah pas nulis itu tiba-tiba merasa was-was, jangan-jangan yang “digrenengi” ikutan baca (maklumlah sekarang jadi gampang parno, wkwk), kan syerem yak kalo pas lagi tengah-tengah nulis sendirian trus ada yang nyolek dari belakang sambil bisikin “Bukan gitu ceritanya, yang bener tuh gini..” Bisa pingsan di tempat Momi..haha..
Katanya sih kalo pas kita cerita-cerita tentang “mereka”, biasanya “mereka” trus ikutan nimbrung ngedengerin.

Pernah suatu kali Momi lagi ngobrolin kisah-kisah misteri alias kismis di kampus Sadhar Mrican sama mas Yuli, kakak angkat Momi yang emang punya kelebihan bisa ngeliat yang tak kasat mata begitu. Ceritanya lagi ngobrolin mbak-mbak tanpa kaki yang mangkal di basement perpustakaan kampus Mrican. Itu cerita kan ngehits banget yak (pasti banyak yang udah tau kan ya ceritanya dengan punch lines-nya, “Udah selesai… atau udah tau?”) diceritakan turun menurun dari kakak angkatan ke adek angkatan. Pas lagi tengah-tengah cerita, mas Yuli ni bilang “Dek, tau gak kalo pas kamu ngomongin mereka tu kayak kamu lagi manggil mereka. Stop aja, itu mbaknya perpus udah datang di belakangmu.” Badalahhhhh...lalalala…dudududu… kan gembel yak… langsung deh tutup mulut. Nah, karena keinget kejadian itulah jadi parno tiap kali mau nulis cerita sendirian.. XD

Cerita misteri tentang Aileen ini sama seperti cerita-cerita misteri yang pernah Momi tulis sebelumnya merupakan pengalaman nyata ya, beberapa bagian tentu saja sedikit ditambahkan polesan untuk memberikan penggambaran yang lebih detail. Jika ada perbedaan dari kejadian sebenarnya ya bisa saja terjadi, karena Momi kan orang kedua yang hanya mendapat informasi dari Aileen dan Mas Yuli. Part 2 ini lebih berfokus pada pengalaman sekembalinya Aileen dari rumah sakit. Karena sudah lumayan lama kejadiannya, Momi akan berusaha mengingat-ingat detail kejadiannya meskipun tidak ada jaminan tidak ada bagian yang terlewat.

Waktu Aileen masih di rumah sakit, mas Yuli (Aileen manggilnya om Yuli) pernah nengokin bawa boneka kelinci, katanya itu atas permintaan “kakak” yang ngajakin Aileen main di kamar kakung (yang ikut dari Bantul, ingat kan? Ceritanya ada di part 1). Boneka kelinci itu semacam bentuk permintaan maaf karena udah ngajakin Aileen main terus sampai kecapean. Saat dimana Aileen dikasih boneka itu adalah malam dimana Aileen harus dikasih obat penenang sampai 2x karena dia nangis histeris semalaman sampai siang hari berikutnya (dan obat penenangnya tetap gak mempan). Akhirnya hari berikutnya Momi minta boneka itu dibawa pulang sama Uti dan dibakar (Duh maapkan ya om Yuli, padahal udah repot-repot beliin, tapi Momi parno abisnya Aileen jadi histeris pas ada boneka itu..haha).

*****

Hari itu Aileen pulang dari rumah sakit siang hari sebelum pukul 12.00 WIB. Sebelum sampai rumah, Momi udah minta tolong om Yuli buat “bersihin” kamar kakung. Hari pertama Aileen di rumah terlewati dengan aman. Aileen punya kebiasaa tidur malam sekitar pukul 19.30 atau 20.00 WIB, dan itu udah rutin kayak gitu. Dia jarang kebangun tengah malam. Hari kedua Aileen di rumah, dia tidur pukul 20.00 WIB, Momi dan suami tidur pukul 21.00 WIB. Tiba-tiba pukul 22.00 WIB kami mendengar jeritan Aileen. Sontak kami bangun segera memeluk Aileen. Awalnya kami kira Aileen Cuma “nglilir” karena nightmare, tapi ternyata Aileen menangis terus sampai pukul 02.00 WIB di hari berikutnya. Kakung bilang ke Aileen “Kak, buka matanya. Melek dulu lihat ini mama sama ayah.” Tapi Aileen malah makin rapat nutup matanya sambil nangis. Aileen cuma bisa tenang jika digendong, maka semalaman hingga pagi Momi, ayah Aileen, dan Kakung menggendong Aileen bergantian. Dari pukul 02.00 WIB akhirnya Aileen tidur di perut Kakung dengan posisi dipangku di kasur. Begitu sampai pagi.

Hari-hari berikutnya, kejadian tersebut terjadi terus menerus. Setiap Aileen tidur malam, dia akan bangun antara pukul 22.00-23.00 WIB, menjerit, menangis, berteriak “udah-udah”, lalu kembali tertidur setelah pukul 02.00-03.00 WIB. Kalo pagi sampai sore hari dia akan terlihat biasa saja, ceria seperti anak-anak yang lain, tak terganggu oleh hal-hal yang aneh.

Setelah melewati beberapa hari, Momi, ayah Aileen dan Kakung mulai mengkhawatirkan jika kejadian seperti ini terjadi terus menerus, Aileen bisa sakit karena kecapekan dan kurang tidur, apalagi dia masih di masa pemulihan setelah opname. Dan tentu saja yang nungguin pun juga cukup terkuras tenaganya karena harus bergantian menggendong sepanjang malam, padahal keesokan harinya masih ada aktivitas lain yang harus dilakukan. Waktu itu, saat-saat menjelang pukul 22.00 WIB merupakan saat-saat yang benar-benar membuat stress.

Setiap jarum jam menunjukkan angka 9 malam, Momi mulai was-was dan susah tidur, khawatir kalau tiba-tiba Aileen kebangun dan menjerit. Akhirnya setelah hampir 1 minggu kejadian seperti itu terus terulang, Momi pikir itu gak wajar. Momi kontak om Yuli via wa waktu Aileen (sedang menjalankan rutinitasnya) nangis tengah malam. Om Yuli bilang “Fotoin Aileen, Dek.” Lalu Momi foto Aileen yang lagi digendong Kakung dan ngirim fotonya ke om Yuli. Setelah beberapa saat nunggu balasan, ada wa masuk dari om Yuli “Dek, itu ada 3 yang ngelilingi Aileen. Ya wajar kalo Aileen kekejer nangisnya, mukanya serem semua.” Yang kebayang dari cerita om Yuli adalah wajah mereka mirip tokoh punokawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Kalo kalian gugling, mereka seringkali digambarkan dengan tokoh berwajah putih pucat, mata besar, mulut merah, rambut dikucir klimis. Kalo yang ganggu Aileen ini acak-acakan gitu rambutnya. Katanya mereka godain Aileen dengan menunjuk-nunjukkan wajahnya di depan muka Aileen, sambil narik-narik kaki Aileen, katanya mau ngajakin main. Dan ketiganya itu ngikut kemanapun Aileen digendong. Jadi masuk akal kalo sampai Aileen gak berani buka mata, dan sampai sekarang Aileen punya trauma sama badut ataupun orang dengan kostum pewayangan (sungguh, kalo lihat orang berkostum demikian dia akan nangis histeris…ini sampai Aileen umur 4,5 tahun masih begini). Momi langsung balas wa-nya, “Om, tolong disuruh pergi donk. Kasian Aileen.” Sambil nangis juga waktu itu, kami sekeluarga doa bareng. Tak beberapa lama Aileen mulai tenang dan bisa tidur. “Udah dek, semoga gak balik lagi ya.”

(Source pic: Google.com

Beberapa hari selanjutnya Aileen bisa tidur dengan tenang. Tapi Cuma beberapa hari. Aileen mulai kembali ke rutinitasnya nangis tengah malam. Karena sungkan mau wa om Yuli malam-malam, akhirnya beberapa hari itu Momi dan keluarga berusaha atasi sendiri. Kita coba tenangkan Aileen sambil nyanyi dan doa bareng-bareng, tapi kok yo masih gak mempan. Akhirnya pada hari kesekian (yang Momi udah lupa), Momi wa om Yuli lagi waktu Aileen mulai histeris. Tapi sepertinya om Yuli udah tidur, wa gak direspon. Akhirnya Momi coba kontak Valdi, anak temen Kakung yang punya kemampuan seperti om Yuli juga. Karena biasa melek malam, Valdi langsung balas wa. “Coba difotokan Aileen-nya, Mbak”, begitu wa Valdi. Posisi Aileen nangis di kasur sambil jejak-jejakin kakinya. Foto terkirim. Setelah beberapa saat ada balasan dari Valdi. “Ada nenek-nenek mbak, pake kebaya sama jarik, rambutnya awut-awutan. Ngelus-elus kaki Aileen sambil nembang, mungkin semacam meninabobokan. Tapi Aileen-nya takut soale wajahnya nakutin. Kayaknya itu masih leluhurnya Aileen.”

Hati ibu mana yang kuat lihat anaknya nangis sepanjang malam hampir setiap hari. Gak pikir panjang, Momi minta untuk siapapun itu yang datangi Aileen untuk diminta pergi. “Iya sebentar”, begitu kata Valdi. Setelah itu Aileen bisa tertidur lagi dengan pulas sampai pagi. Pagi harinya Momi Tanya ke Aileen, “Kakak tadi malam kenapa nangis lagi? Kakak lihat apa?”. Aileen bilang, “Ada Uti yang ngajakin kakak main, tapi takut.”
Sempat Momi nanya sama mas Yuli dan Valdi, “Kenapa to kok mereka ikutin Aileen?”, dan jawaban mereka serupa “Karena bagi mereka Aileen tu nyenengin buat diajak main.”

Singkat cerita, Momi akhirnya minta Aileen buat ditutup mata batinnya biar gak bisa lihat yang tak kasat mata lagi. Entah keturunan atau tidak, biasanya anak kecil kan emang peka dan bisa lihat yang dari dunia lain. Aileen ditutup mata batinnya sampai 2x, yang pertama sama mas Yuli sendiri, yang kedua mas Yuli berdua sama om Valdi (karena penutupan pertama belum maksimal). Sekarang umur Aileen udah hampir 6 tahun, kadang dia masih bisa gak sengaja lihat, tapi gak sering kayak dulu. Kalo kata Valdi sih, badan kita tu kayak rumah, mata batin kita kayak pintu. Meskipun kita udah nutup pintu, masih ada jendela atau lubang ventilasi buat ngintip, jadi kadang tanpa sengaja kita bisa lihat “mereka”.

- The End -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Because result never betray the process - akhirnya emak lulus cumlaude!

Finally ..emak ndeso ini punya blog jugak! 😂😂 Tulisan pertama, pengennya cerita perjalanan momi (yang sok-sok'an) menggapai cita-cita..haha Semoga enggak bosan bacanya, syukur-syukur bisa menginspirasi yang sekedar numpang baca 😘😘 Akhirnya transkrip nilai ini sampai di tangan. Sudah lengkap sama nilai tesis. Setelah perjuangan selama 2 tahun, rasanya campur aduk! Terharu banget akhirnya cita-cita lulus s2 bisa tercapai. Waktu pertama kali mengungkapkan keinginan buat kuliah s2, hanya suami, papa mama, dan kakak-kakak yang mendukung. Yang lainnya, memandang sebelah mata. Tidak sedikit yang nyinyir, banyak juga yang nyindir "ibu rumah tangga buat apa kuliah tinggi2". Tapi kayak bola bekel, semakin ditekan maka ia akan melambung semakin tinggi. Semakin diremehkan, maka rasanya semakin berambisi. Waktu itu suami yang menguatkan , meyakinkan bahwa momi bisa, akhirnya tutup telinga dari suara2 yang cuma bikin pening kepala. Suami juga yang nganter war

Gerimis di Bulan Desember ☔☔☔ - short story

Yogyakarta Desember 2008 "Sudah berapa lama?", tanya Laras. "Enam tahun", jawab Banyu. Mereka berdua terdiam. Tak berani menatap satu sama lain. "Kenapa kamu tidak pernah bilang?" "Karena kamu tidak pernah sendiri." Laras menatap langit sore itu. Gerimis membuat suasana hatinya semakin sendu. Ia tenggelam dalam dunianya sendiri. Mengingat pertemuannya dengan Banyu siang tadi. Enam tahun bukan waktu yang sebentar. Banyu adalah cinta pertamanya, tapi ia hanya berani menatapnya dari jauh. Karena baginya, Banyu terlalu tinggi untuk diraih, terlalu jauh untuk ia sapa. Demikian pula bagi Banyu, Laras bukan seseorang yang mudah ia lupakan. Entah cinta pertama atau bukan, tapi ia selalu menanti. Menanti kesempatan itu datang padanya. Disaat Laras tidak berdua. Karena bagi keduanya, seakan-akan waktu sedang mempermainkan mereka. Laras menghela nafas. Ia membalikkan badannya dan menatap Banyu, "Itu karena terlalu mustahil rasanya jika kamu meny

Aileen's Story (Part 1): Awal Mula

Cerita Aileen berawal dari meninggalnya eyang buyut (yangyut) kakung Aileen (dari garis ayah) tahun 2015. Momi lagi hamil Keenan. Waktu itu Aileen belum genap 2 tahun, tapi dia sudah lancar bercerita. Sewaktu di rumah duka, Aileen sempat bilang sama momi "Ma, itu kenapa yangyut ada dua? Yang satu tidur (di peti), yang satu lagi duduk di (teras) depan". Momi awalnya gak terlalu mikirin, mungkin anak ini cuma ngayal. Sepulang dari rumah duka, malamnya Aileen tidur sama Kakung. Tapi semalaman dia gak mau tidur, malah main terus sambil ngoceh (cerita sendiri) sampai dini hari. Lalu dia mulai rewel, mungkin karena udah ngantuk banget, sambil nangis dia bilang "Udah to kak, aku mau bobok". Gak tau siapa yang dia panggil kakak. Aileen digendong kakungnya pake selendang. Kakung bilang "Udah bobok sekarang, sambil kakung gendong, kamu merem." Aileen merem, tapi masih sambil nangis dia bilang ke kakung "Itu kakak...nakal..tarik-tarik kakiku terus..a