Langsung ke konten utama

Gerimis di Bulan Desember ☔☔☔ - short story

Yogyakarta
Desember 2008

"Sudah berapa lama?", tanya Laras.
"Enam tahun", jawab Banyu. Mereka berdua terdiam. Tak berani menatap satu sama lain.
"Kenapa kamu tidak pernah bilang?"
"Karena kamu tidak pernah sendiri."

Laras menatap langit sore itu. Gerimis membuat suasana hatinya semakin sendu. Ia tenggelam dalam dunianya sendiri. Mengingat pertemuannya dengan Banyu siang tadi. Enam tahun bukan waktu yang sebentar. Banyu adalah cinta pertamanya, tapi ia hanya berani menatapnya dari jauh. Karena baginya, Banyu terlalu tinggi untuk diraih, terlalu jauh untuk ia sapa. Demikian pula bagi Banyu, Laras bukan seseorang yang mudah ia lupakan. Entah cinta pertama atau bukan, tapi ia selalu menanti. Menanti kesempatan itu datang padanya. Disaat Laras tidak berdua. Karena bagi keduanya, seakan-akan waktu sedang mempermainkan mereka.

Laras menghela nafas. Ia membalikkan badannya dan menatap Banyu, "Itu karena terlalu mustahil rasanya jika kamu menyukaiku. Aku takut menunggu."
"Tapi akhirnya aku yang menunggumu." Banyu tersenyum. Ia ingin meraih tangan kecil di sampingnya, tapi ia ragu. Dalam benaknya bermunculan berbagai pertanyaan. "Akankah Laras menerimaku? Dia belum lama sendiri, tapi aku tak ingin melewatkannya lagi."

"Terima kasih. Tapi bisakah kamu memberiku sedikit waktu untuk berfikir?" Laras menunduk.
Ada sedikit rasa kecewa dalam hati Banyu, tapi akhirnya ia mengangguk. Begitulah hubungan (tanpa status) mereka dimulai.

Di mata Laras, Banyu adalah seorang pria yang cerdas, dewasa, dan penyayang keluarga. Namun ia sedikit introvert, teman wanitanya tidak banyak. Bagi Laras, itulah yang membuatnya istimewa. Ia membuat jantung Laras berdebar lebih kencang dari biasanya setiap kali mereka bertemu, membuatnya gugup hingga tangannya berkeringat.
Di mata Banyu, Laras adalah wanita yang ceria, ia pintar, mandiri, dan sangat mudah bergaul dengan siapa saja. Baginya, Laras selalu tampak menggemaskan.

Mereka memiliki hobi yang sama, membaca buku. Bahkan buku yang mereka sukaipun sama. Suatu kali Banyu meminta Laras menemaninya ke perpustakaan kota. Waktu itu sedang masa liburan kuliah. Perpustakaan kota sepi dari pengunjung.
"Aku bikin kartu anggota dulu ya", kata Banyu.
Laras mengangguk. Ia mengisi buku daftar pengunjung, kemudian menghampiri Banyu. Banyu sedang mengisi biodata, lalu ia mengeluarkan pas foto dengan latar belakang warna biru.
"Aku minta fotomu satu ya, buat kutaruh di dompet", kata Laras sambil menengadahkan tangannya.
"Nih..", Banyu memberikan satu fotonya sambil tersenyum malu.
"Sekarang kamu mau ke sebelah mana? Aku mau ke pojok sana ya, nanti kita ketemu di meja tengah situ aja", kata Laras sambil menunjuk salah satu meja baca di tengah ruangan.
"Oke, aku mau ke bagian belakang dulu", Banyu berjalan berlalu.
Sepuluh menit kemudian Banyu menyusul Laras yang sudah lebih dulu duduk di ruang baca. Laras membaca buku sambil menahan tawanya. Sepertinya ia membaca buku yang menarik. Banyu tak terlalu memperhatikannya, ia lalu sibuk dengan buku di depannya.
Laras juga melihat Banyu berusaha menahan tawanya, ia penasaran dengan buku yang dibaca Banyu.
"Kamu baca apa?", tanya Laras.
"Nih..", kata Banyu sambil menunjukkan cover bukunya.
"Lhoh?"
"Kenapa?"
"Enggak, itu.." Laras memperlihatkan cover buku yang sedang dibacanya, lali mereka berdua tertawa bersama..
"Kok bisa?? Hahaha..aneh banget..", kata Laras.
Ternyata mereka membaca buku yang sama, Kambing Jantan yang ditulis komikus Raditya Dika.
Bagi Laras yang penuh imajinasi, itu adalah petunjuk dari Tuhan bahwa mereka memang berjodoh (bahkan dalam urusan buku). Ya, dia memang senaif itu. Ia merasa mereka seperti sedang syuting film korea..haha..
Hari itu gerimis ketika mereka kembali dari perpustakaan. Hari itu, Laras sangat menyukai gerimis.

***

Februari, 2009

"Aku sudah tidak bisa menunggu lagi. Aku sudah terlalu lama menunggu. Aku butuh jawabanmu. Jika kamu tidak menjawab hari ini, maka aku tidak akan menunggu lagi".
Laras merasa bimbang, ia sangat ingin meraih tangan Banyu, tapi banyak hal yang ia pikirkan saat itu. Kenyataanya, ia baru tau bahwa teman baiknya juga sudah lama menyukai Banyu, bahwa ibu Banyu lebih menyukai temen Laras itu daripada dirinya. Laras kehilangan kepercayaan diri. Ia tak berani meraih tangan Banyu. Satu keputusan terberat yang pernah ia buat seumur hidup.

***

Maret, 2009

"Haruskah kamu pergi?", tulis Laras dalam pesan singkatnya sambil menangis. Pesan terkirim. Tak ada balasan. Banyu sudah jarang membalas sms-nya. Membuat perasaan Laras hancur sedikit demi sedikit.
Hp-nya berbunyi. Banyu menelpon.
"Halo...", Laras menjawab lirih.
"Terima kasih ya, bukunya sudah aku terima. Besok aku berangkat. Sampai jumpa lagi..", kata-kata Banyu berhenti. Ia menunggu Laras menjawab. Tapi ia hanya mendengar tangisan dari ujung sana.

Laras tenggelam dalam kesedihan berhari-hari. Berminggu-minggu. Berbulan-bulan. Ia tak lagi menyukai gerimis. Saat gerimis datang, ia menangis. Seolah-olah ia harus mengucapkan selamat tinggal pada cinta pertamanya berkali-kali. Dan Banyu, ia pergi merantau, membawa kenangan tentang Laras dalam buku yang ia terima. Maryamah Karpov.

***

Desember, 2017

Laras memandang keluar jendela kamarnya. Di luar gerimis. Sudah delapan tahun berlalu, tapi Laras masih mengingat kisah itu. Suaminya duduk di sebelahnya. Mereka berbagi cerita bersama. Laras memandang wajah suaminya. 

"Gerimis, terkadang ia sengaja turun agar aku berteduh. Menghentikanku dari mengejar yang tidak perlu." 

Suaminya tersenyum. Ia memeluk istrinya. Jika kamu bertanya-tanya dalam benakmu, suaminya..tentu saja bukan Banyu 😉

END.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Because result never betray the process - akhirnya emak lulus cumlaude!

Finally ..emak ndeso ini punya blog jugak! 😂😂 Tulisan pertama, pengennya cerita perjalanan momi (yang sok-sok'an) menggapai cita-cita..haha Semoga enggak bosan bacanya, syukur-syukur bisa menginspirasi yang sekedar numpang baca 😘😘 Akhirnya transkrip nilai ini sampai di tangan. Sudah lengkap sama nilai tesis. Setelah perjuangan selama 2 tahun, rasanya campur aduk! Terharu banget akhirnya cita-cita lulus s2 bisa tercapai. Waktu pertama kali mengungkapkan keinginan buat kuliah s2, hanya suami, papa mama, dan kakak-kakak yang mendukung. Yang lainnya, memandang sebelah mata. Tidak sedikit yang nyinyir, banyak juga yang nyindir "ibu rumah tangga buat apa kuliah tinggi2". Tapi kayak bola bekel, semakin ditekan maka ia akan melambung semakin tinggi. Semakin diremehkan, maka rasanya semakin berambisi. Waktu itu suami yang menguatkan , meyakinkan bahwa momi bisa, akhirnya tutup telinga dari suara2 yang cuma bikin pening kepala. Suami juga yang nganter war

Aileen's Story (Part 1): Awal Mula

Cerita Aileen berawal dari meninggalnya eyang buyut (yangyut) kakung Aileen (dari garis ayah) tahun 2015. Momi lagi hamil Keenan. Waktu itu Aileen belum genap 2 tahun, tapi dia sudah lancar bercerita. Sewaktu di rumah duka, Aileen sempat bilang sama momi "Ma, itu kenapa yangyut ada dua? Yang satu tidur (di peti), yang satu lagi duduk di (teras) depan". Momi awalnya gak terlalu mikirin, mungkin anak ini cuma ngayal. Sepulang dari rumah duka, malamnya Aileen tidur sama Kakung. Tapi semalaman dia gak mau tidur, malah main terus sambil ngoceh (cerita sendiri) sampai dini hari. Lalu dia mulai rewel, mungkin karena udah ngantuk banget, sambil nangis dia bilang "Udah to kak, aku mau bobok". Gak tau siapa yang dia panggil kakak. Aileen digendong kakungnya pake selendang. Kakung bilang "Udah bobok sekarang, sambil kakung gendong, kamu merem." Aileen merem, tapi masih sambil nangis dia bilang ke kakung "Itu kakak...nakal..tarik-tarik kakiku terus..a