Langsung ke konten utama

Aileen's Story (Part 1): Awal Mula


Cerita Aileen berawal dari meninggalnya eyang buyut (yangyut) kakung Aileen (dari garis ayah) tahun 2015. Momi lagi hamil Keenan. Waktu itu Aileen belum genap 2 tahun, tapi dia sudah lancar bercerita. Sewaktu di rumah duka, Aileen sempat bilang sama momi "Ma, itu kenapa yangyut ada dua? Yang satu tidur (di peti), yang satu lagi duduk di (teras) depan".
Momi awalnya gak terlalu mikirin, mungkin anak ini cuma ngayal.
Sepulang dari rumah duka, malamnya Aileen tidur sama Kakung. Tapi semalaman dia gak mau tidur, malah main terus sambil ngoceh (cerita sendiri) sampai dini hari. Lalu dia mulai rewel, mungkin karena udah ngantuk banget, sambil nangis dia bilang "Udah to kak, aku mau bobok".
Gak tau siapa yang dia panggil kakak. Aileen digendong kakungnya pake selendang. Kakung bilang "Udah bobok sekarang, sambil kakung gendong, kamu merem."
Aileen merem, tapi masih sambil nangis dia bilang ke kakung "Itu kakak...nakal..tarik-tarik kakiku terus..aku udah gak mau main.."
Momi mikir, ni anak mungkin kena sawan pas layat tadi. Akhirnya semalaman sampai pagi Aileen cuma tidur sebentar menjelang subuh. Paginya momi tanya-tanya ke Aileen, apa yang dia lihat semalam. Aileen cerita kalo ada kakak (anak kecil) yang ikut masuk ke mobil dari rumah yangyut Bantul. Kakaknya laki-laki, kira-kira sebesar (seumuran) kakak El kata Aileen. Kakaknya sekarang masih di kamar kakung, ngajakin Aileen main terus. Dan semenjak itu Aileen gak mau masuk kamar Kakung.
Beberapa hari setelahnya tiap malam Aileen selalu rewel mulai jam 22.00-03.00 WIB. Semua orang di rumah mulai kelelahan karena kurang tidur beberapa hari. Puncaknya (kalo gak salah ingat) sekitar seminggu setelah yangyut kakung meninggal. Aileen demam, dia juga kurang tidur, lemes. Momi kasih obat penurun panas, tapi panasnya tak kunjung turun. Akhirnya Aileen harus dibawa ke UGD salah satu rumah sakit swasta di Jogja. Setelah serangkaian test lab, ternyata Aileen harus dirawat inap. Tangannya diinfus. Dan dimulailah hari-hari (yang terasa sangat panjang dan luar biasa melelahkan) di rumah sakit.

(source pic: romansecuwil.blogspot)

Aileen dirawat di bangsal anak di lantai 2 gedung Carolus. Di lantai 1 adalah ruang bedah. Dan sepanjang pemindahan Aileen dari UGD menuju bangsal sungguh perjalanan yang menguras hati. Aileen menangis dan menyembunyikan wajahnya. Sepanjang jalan dia cuma bilang "Takut ma...". Saat menunggu lift di depan ruang bedah, Aileen mulai histeris sambil menatap ke satu arah. Momi mulai curiga, tapi mencoba menenangkan hati. (Usut punya usut setelah beberapa hari, katanya Aileen lihat orang berdarah-darah berdiri di pojokan).
Sesampainya di kamar, Aileen bilang "Ma, ada yang baris..di depan..takut.."
Momi tengok ke depan kamar, tidak ada siapa-siapa karena saat itu sudah menjelang dini hari. Semua pasien tidur. Tapi Aileen masih menangis. Aileen ini cuma bisa tidur pada saat menjelang pagi atau siang hari. Merasa ada yang tidak beres, Momi mengirim WhatsApp ke salah seorang anak angkat  papa yang punya "kelebihan". Dia tanya "Emang kalian habis dari mana to? Itu banyak yang seliweran di luar mau ketemu Aileen."
Momi tanya, emang Aileen bisa lihat yang begituan. Dia jawab "Iya, bisa."
Duh..langsung nge-blank pikiran Momi. Ngerasa kasian ke Aileen, anak sekecil itu harus lihat "nguik nguik" setiap hari. Bisa dibayangkan donk stressnya Aileen di rumah sakit. Baru dua hari di rumah sakit, Aileen sudah dikenal hampir semua pasien di bangsal tersebut, para perawat, suster biara, dan dokter-dokter di sana.
Kok bisa?
Karena Aileen adalah satu-satunya pasien yang gak pernah tidur kalo malam, melainkan menangis histeris sampai pagi sehingga mengganggu jam istirahat pasien lain. Aileen sampai pindah kamar tiga kali. Hari-hari itu juga terasa berat buat Momi, karena itu adalah minggu ujian. Momi harus belajar di rumah sakit. Sambil menunggu Aileen, nyaris gak tidur berhari-hari. Sesekali Momi tinggal Aileen ke kampus untuk ujian. Perjuangan banget lah bolak balik sambil hamil Keenan.
Ok kembali ke Aileen. Hari-hari di kamar yang kedua adalah yang terparah. Kalau tidak salah itu adalah malam ketiga Aileen di rumah sakit. Malam itupun Aileen tidak bisa tidur. Dia mulai kelelahan. Akhirnya pada saat visite, dokter meresepkan obat penenang (yang efeknya bikin ngantuk itu) untuk disuntikkan via selang infusnya. Aileen diberi suntikan sekitar pukul 19.00 WIB. Setengah jam berlalu tidak ada perubahan. Satu jam. Dua jam. Dia masih menangis. Begitu terus kami menunggu, Aileen tak kunjung tidur dan terus berteriak "Takut (sama) kakak..".
Sekitar pukul 03.00 atau 04.00 WIB, perawat menghubungi dokter jaga dan berkonsultasi dengan dokter anak yang merawat Aileen (pagi-pagi buta sampai ditelponin dokternya), akhirnya Aileen diberi suntikan obat penenang kedua. Kami kembali menunggu. Setengah jam. Satu jam. Dua jam. Tidak ada perubahan. Akhirnya kami menyerah. Aileen menangis sepanjang malam hingga siang hari. Dia tertidur pukul 11.00 siang karena kelelahan. Itu hari keempat. Siang menjelang sore, dua orang suster biara datang bersama seorang Romo. Mereka bersama-sama mendoakan Aileen. Salah seorang suster berusaha membesarkan hati Momi, mengatakan bahwa keadaan akan kembali baik-baik saja.
Kami sudah mengantri kamar VIP selama beberapa hari karena selalu penuh. Malam itu Aileen menangis lagi. Karena merasa tidak enak hati, Momi minta ke perawat untuk segera mencarikan kamar lain untuk Aileen. Kebetulan ada pasien yang baru saja keluar. Malam itu juga Aileen dipindahkan ke kamar VIP sehingga bisa dirawat sendiri. Momi berkali-kali minta ke dokter untuk memulangkan Aileen saking putus asanya. Tapi dokter bilang untuk bersabar beberapa hari lagi sampai Aileen menyelesaikan semua suntikan antibiotiknya. Hari kelima Aileen dirawat, kami sudah berada di kamar VIP. Jendela kamar menghadap ke utara. Dari jendela itu kita bisa melihat bagian gedung lain dari rumah sakit tersebut. Waktu seorang suster biara berkunjung, dia bertanya ke Aileen "Aileen masih takut? Gak papa, jangan takut, Aileen lihat yang lain saja (maksudnya mengalihkan pandangan ke arah lain kalo lihat sesuatu yang menakutkan)."
Waktu itu Aileen ditemeni Momi sama uti.
Sambil ngelihat ke arah gedung di seberang jendela, Aileen bilang "Ma, itu kenapa kakaknya loncat dari atap? Tuh naik lagi..loncat lagi.."
Seketika merinding. Di gedung seberang tidak tampak siapa-siapa. Atap gedung yang rata itu kosong. Momi, uti dan suster saling menatap. Kata suster "Tutup aja tirainya ya, kakaknya sudah ada yang nolong kok di bawah."
Duh sedih banget Momi ngelihat Aileen. Selama di kamar terakhir ini Aileen harus ditemenin orang serumah baru bisa tidur. Semuanya tidur di rumah sakit. Ayah Aileen, Momi, Kakung, Uti.
Hari keenam, kondisi badan Aileen mulai membaik. Pagi itu Aileen bangun lebih pagi dari biasanya. Bosan di kamar, ia meminta diajak jalan-jalan di sekitar bangsal rumah sakit. Lorong-lorong rumah sakit masih sepi. Kami berjalan-jalan melewati taman, lalu sampai di depan kapel.
Misa pagi hari itu sudah selesai. Aku melongok ke dalam kapel, Aileen berdiri di sampingku. Tidak ada siapa-siapa di dalam kapel. Tiba-tiba Aileen menangis sambil menarik tanganku pergi dari tempat itu. Semakin lama tangisnya semakin keras. Kugendong Aileen dan kuajak kembali ke dalam kamar. Sesampainya di kamar, ia masih belum mau bercerita. Seharian ia lebih banyak diam. Setelah tampak ia lebih tenang, Momi bertanya kenapa ia menangis sewaktu di depan kapel tadi pagi. Kata Aileen, "Ada suster..baju putih semua..berdiri..lihat kakak (Aileen)..takut.."
Padahal aku yakin cuma ada kami berdua tadi di sana. Benar-benar gak ada orang lain. Gak ada siapa-siapa. Setelah kuingat-ingat, di ujung lorong itu dulunya adalah bekas kamar jenazah.
Setelah penantian (yang terasa sangat panjang) selama 7 hari, Aileen diperbolehkan pulang. Sebelum pulang, rumah (terutama kamar kakung) "dibersihkan" dengan bantuan anak angkat kakung. Si kakak dari Bantul itu sudah tidak ada. Namun, apakah ini akhir dari hari-hari melelahkan dan kurang tidur?
Tidak.
Ternyata semuanya belum berakhir.
- Bersambung -

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Because result never betray the process - akhirnya emak lulus cumlaude!

Finally ..emak ndeso ini punya blog jugak! 😂😂 Tulisan pertama, pengennya cerita perjalanan momi (yang sok-sok'an) menggapai cita-cita..haha Semoga enggak bosan bacanya, syukur-syukur bisa menginspirasi yang sekedar numpang baca 😘😘 Akhirnya transkrip nilai ini sampai di tangan. Sudah lengkap sama nilai tesis. Setelah perjuangan selama 2 tahun, rasanya campur aduk! Terharu banget akhirnya cita-cita lulus s2 bisa tercapai. Waktu pertama kali mengungkapkan keinginan buat kuliah s2, hanya suami, papa mama, dan kakak-kakak yang mendukung. Yang lainnya, memandang sebelah mata. Tidak sedikit yang nyinyir, banyak juga yang nyindir "ibu rumah tangga buat apa kuliah tinggi2". Tapi kayak bola bekel, semakin ditekan maka ia akan melambung semakin tinggi. Semakin diremehkan, maka rasanya semakin berambisi. Waktu itu suami yang menguatkan , meyakinkan bahwa momi bisa, akhirnya tutup telinga dari suara2 yang cuma bikin pening kepala. Suami juga yang nganter war

Gerimis di Bulan Desember ☔☔☔ - short story

Yogyakarta Desember 2008 "Sudah berapa lama?", tanya Laras. "Enam tahun", jawab Banyu. Mereka berdua terdiam. Tak berani menatap satu sama lain. "Kenapa kamu tidak pernah bilang?" "Karena kamu tidak pernah sendiri." Laras menatap langit sore itu. Gerimis membuat suasana hatinya semakin sendu. Ia tenggelam dalam dunianya sendiri. Mengingat pertemuannya dengan Banyu siang tadi. Enam tahun bukan waktu yang sebentar. Banyu adalah cinta pertamanya, tapi ia hanya berani menatapnya dari jauh. Karena baginya, Banyu terlalu tinggi untuk diraih, terlalu jauh untuk ia sapa. Demikian pula bagi Banyu, Laras bukan seseorang yang mudah ia lupakan. Entah cinta pertama atau bukan, tapi ia selalu menanti. Menanti kesempatan itu datang padanya. Disaat Laras tidak berdua. Karena bagi keduanya, seakan-akan waktu sedang mempermainkan mereka. Laras menghela nafas. Ia membalikkan badannya dan menatap Banyu, "Itu karena terlalu mustahil rasanya jika kamu meny