Acara pentas seni malam ini akhirnya selesai. Hari ini aku pergi sendiri, hanya diantar jemput suami. Seharusnya aku tidak menunggu terlalu lama di dalam gedung dan segera pulang. Namun karena tidak ingin berdesak-desakan keluar dari gerbang, aku menunggu suasana agak sepi. Sayangnya aku tidak tau bahwa masih akan ada agenda setelah pertunjukan pentas seni tersebut. Acara yang hanya diikuti kalangan tertentu. Aku terlambat. Beberapa saat sebelum aku bermaksud meninggalkan gedung museum ini, pintu gerbang sudah ditutup.
(Sumber gambar: ifanishere.com)
Acara akan dilanjutkan dengan kegiatan tirakatan bersama para abdi dalem keraton. Aku mencoba menelpon suamiku untuk minta dijemput, tapi tidak ada yang mengangkat. Sambil menggendong tas ransel aku berjalan ke arah sekumpulan panitia. Aku meminta ijin untuk keluar, namun mereka tidak mengijinkan dengan alasan gedung itu sudah "dibentengi". Katanya untuk mencegah gangguan dari luar yang dapat mengacaukan acara tirakatan. Membuka gerbang dapat membuat lubang pada "benteng" yang mereka buat, yang dapat mengakibatkan masuknya "pengganggu".
Aku mulai gundah, haruskah aku menunggu sampai acara tirakatan selesai? Artinya aku harus menunggu sampai pagi. Tapi aku ingin segera pulang ke anak-anakku. Salah seorang panitia mendekatiku, ia adalah teman kuliahku. Ia berusaha menenangkanku dan menyarankan aku menghubungi suamiku kembali.
Aku menitipkan tas ranselku padanya lalu berjalan menuju pintu utara, berharap ada orang yang bisa kumintai tolong. Aku berjalan perlahan mendekati aula utama, lalu berhenti sekitar 3 meter di depannya. Ruangan itu dikelilingi dengan pintu kaca. Di dalam ruangan sudah sudah tampak sekumpulan abdi dalem yang duduk bersila. Di dalam ruangan itu juga ada beberapa wanita yang mengenakan baju tari berwarna hijau. Tiba-tiba aku merasa suasana begitu mistis. Ada yang ganjil. Semua orang yang di dalam aula itu memiliki tatapan kosong. Mereka diam tanpa ekspresi. Tidak ada yang saling berbincang. Semuanya terdiam. Apakah mereka semua benar-benar manusia??
Aku mengambil hp, berusaha menelpon kembali suamiku. Jantungku terasa berdetak semakin kencang, tanganku mulai berkeringat. Dalam hatiku berteriak: cepat angkat telponnya!!!
Suara di seberang telpon membuatku lega. "Cepat jemput aku sekarang!", kataku pada suamiku. Setelah dia bilang oke, aku menutup sambungan telpon.
Aku mulai gundah, haruskah aku menunggu sampai acara tirakatan selesai? Artinya aku harus menunggu sampai pagi. Tapi aku ingin segera pulang ke anak-anakku. Salah seorang panitia mendekatiku, ia adalah teman kuliahku. Ia berusaha menenangkanku dan menyarankan aku menghubungi suamiku kembali.
Aku menitipkan tas ranselku padanya lalu berjalan menuju pintu utara, berharap ada orang yang bisa kumintai tolong. Aku berjalan perlahan mendekati aula utama, lalu berhenti sekitar 3 meter di depannya. Ruangan itu dikelilingi dengan pintu kaca. Di dalam ruangan sudah sudah tampak sekumpulan abdi dalem yang duduk bersila. Di dalam ruangan itu juga ada beberapa wanita yang mengenakan baju tari berwarna hijau. Tiba-tiba aku merasa suasana begitu mistis. Ada yang ganjil. Semua orang yang di dalam aula itu memiliki tatapan kosong. Mereka diam tanpa ekspresi. Tidak ada yang saling berbincang. Semuanya terdiam. Apakah mereka semua benar-benar manusia??
Aku mengambil hp, berusaha menelpon kembali suamiku. Jantungku terasa berdetak semakin kencang, tanganku mulai berkeringat. Dalam hatiku berteriak: cepat angkat telponnya!!!
Suara di seberang telpon membuatku lega. "Cepat jemput aku sekarang!", kataku pada suamiku. Setelah dia bilang oke, aku menutup sambungan telpon.
Tergesa-gesa aku kembali ke tempat temanku tadi. Sambil meminta tas ranselku, aku juga minta tolong ia membantuku keluar. Kami melewati ruangan-ruangan seperti bangunan jaman dulu. Tembok-tembok kecoklatan dengan warna kecoklatan. Ia merasakan ketakutanku. Setelah membawaku ke teman-teman panitianya, mereka berdiskusi. Akhirnya mereka mau membantuku keluar. Syaratnya, aku harus cepat keluar saat gerbang terbuka dan segera berlari menjauhi gedung. Lalu mereka bergandengan tangan, membentuk lingkaran.
Di tengah-tengah prosesi, tiba-tiba salah seorang di antara mereka tertawa dengan sangat keras. Tawa yang sangat mengerikan. Aku ketakutan. Temanku membuka pintu gerbang, lalu mendorongku keluar. "Cepat keluar! Cepat!!", ia berteriak.
Aku berlari keluar, lalu pintu gerbang tertutup seketika.
Dari luar aku mendengar suara panitia-panitia itu berteriak. "Tahan!! Jangan dilepas!!"
Ada suara tawa cekikikan yang cukup keras di antara teriakan-teriakan kepanikan mereka.
Aku membalikkan badan, berlari menuju tempat yang lebih ramai.
Tiba-tiba ada yang menarik pundakku. Seketika aku hendak berteriak "Jangannnnn!!!!"
Lalu kudengar suara suamiku.
"Ma, bangun..udah pagi"
Fiuhhh..ternyata cuma mimpi..
- END -
Komentar
Posting Komentar